Jakarta, kota megapolitan yang terus berkembang, pernah memiliki mimpi besar membangun transportasi masa depan: Monorail Jakarta. Sayangnya, proyek ambisius tersebut tak pernah benar-benar terealisasi. Kini, sisa-sisa proyek mangkrak itu mulai dibongkar dan dihapuskan. Namun, di balik puing-puingnya, tersimpan pelajaran penting tentang perencanaan, tata kelola, dan visi kota.


Awal Ambisi: Saat Jakarta Bermimpi Melayang

Pada awal 2000-an, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencetuskan rencana membangun monorail sebagai solusi kemacetan yang kian parah. Proyek ini menjanjikan jalur melayang bebas hambatan yang menghubungkan kawasan strategis ibu kota.

Secara teori, monorail tampak menjanjikan. Namun dalam praktiknya, proyek ini terlilit konflik kepentingan, kekacauan pembiayaan, dan ketidakjelasan regulasi. Akibatnya, setelah beberapa tiang pancang berdiri, proyek terhenti begitu saja—dan menjadi simbol kegagalan tata kelola perkotaan.


Mangkrak Bertahun-Tahun, Jadi Pemandangan Ironis

Tiang-tiang beton Monorail Jakarta berdiri tak berfungsi selama hampir dua dekade. Bukan hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga menjadi pengingat bisu tentang mimpi besar yang tidak disertai eksekusi matang.

Selain menghambat pembangunan lain, keberadaan struktur mangkrak tersebut juga menyita anggaran perawatan dan menimbulkan risiko keselamatan. Oleh karena itu, langkah pembongkaran sisa proyek monorail menjadi keniscayaan yang tak bisa dihindari.


Pembongkaran: Menyudahi Sejarah Gagal

Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk menghapus sisa-sisa proyek monorail dari lanskap kota. Proses pembongkaran ini menjadi simbol berakhirnya satu babak penuh kontroversi dalam sejarah pembangunan kota.

Lebih dari sekadar menghapus fisik tiang pancang, tindakan ini merupakan upaya untuk membersihkan “dosa masa lalu” yang sempat menunda kemajuan Jakarta. Kini, Pemprov Jakarta fokus mendorong moda transportasi yang lebih realistis dan terintegrasi, seperti MRT, LRT, dan BRT.


Pelajaran Berharga untuk Masa Depan

Mengubur sisa proyek monorail seharusnya tidak hanya menjadi tindakan teknis, tapi juga refleksi. Ke depan, perencanaan megaproyek harus disertai dengan:

  • Kajian kelayakan menyeluruh,
  • Transparansi anggaran,
  • Kejelasan pembiayaan,
  • Komitmen politik dan koordinasi lintas lembaga.

Tanpa itu semua, proyek secanggih apapun akan gagal di tengah jalan, sebagaimana yang dialami oleh monorail.


Kesimpulan: Menata Ulang Harapan Jakarta

Kini, saat tiang-tiang monorail dibongkar satu per satu, Jakarta mendapat kesempatan untuk menata ulang masa depannya dengan lebih bijak. Gagalnya monorail bukan akhir segalanya, tapi justru permulaan baru untuk pembangunan yang lebih terukur dan bertanggung jawab.

Semoga dari sisa dosa masa lalu, lahir tekad baru untuk menjadikan Jakarta kota yang benar-benar layak huni dan bebas dari jebakan proyek gagal.

Similar Posts