Di tengah upaya pelestarian satwa liar di Indonesia, kabar menyedihkan datang dari Jambi. Seekor harimau sumatra dilaporkan mengalami luka serius setelah terjerat sling baja di kawasan hutan. Luka yang dialami tidak hanya menyisakan bekas fisik, tetapi juga berdampak besar pada kemampuan bertahan hidup si raja rimba.
Kejadian ini kembali membuka mata kita akan ancaman nyata jerat satwa liar di habitat alaminya.
Kronologi Harimau Terjerat di Hutan Jambi
Harimau malang ini ditemukan oleh tim konservasi yang sedang melakukan patroli di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi. Saat ditemukan, kaki kanan depan harimau tersebut sudah membengkak parah dan terluka dalam akibat jeratan sling baja—alat yang biasa dipasang pemburu liar untuk menangkap hewan buruan.
Tim segera melakukan evakuasi dan membawa harimau itu ke pusat rehabilitasi satwa liar. Meski sudah mendapat perawatan medis intensif, kerusakan pada otot dan jaringan kaki sangat parah.
Dampak Fisik: Tak Bisa Berburu Seperti Dulu
Sayangnya, luka yang diderita membuat harimau tersebut kehilangan fungsi normal pada kaki kanannya. Ini tentu berdampak langsung pada kemampuan berburu yang sangat bergantung pada kekuatan dan kelincahan. Harimau adalah predator soliter. Ketika satu kaki lumpuh, ia tak lagi bisa mengejar atau menerkam mangsa secara efektif.
Dengan kondisi ini, para dokter hewan menyimpulkan bahwa harimau tidak bisa dilepasliarkan kembali ke alam liar. Ia akan tetap berada di pusat rehabilitasi untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Ancaman Jerat Baja di Hutan Sumatra
Insiden ini bukan yang pertama. Jerat logam seperti sling baja telah menjadi momok bagi satwa liar, terutama harimau, tapir, dan gajah. Meskipun sudah ada larangan, perburuan liar dan pemasangan jerat masih sering terjadi di hutan-hutan Sumatra. Alat ini murah, mudah dipasang, tapi sangat mematikan.
Banyak hewan yang mati perlahan karena infeksi atau tidak bisa makan akibat luka jerat. Bahkan jika selamat, seperti harimau di Jambi ini, mereka kehilangan kemampuan alami yang sangat penting untuk bertahan hidup.
Upaya Konservasi dan Edukasi Masyarakat
Pemerintah bersama lembaga konservasi terus melakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan patroli kawasan hutan, pemasangan kamera jebak, hingga edukasi masyarakat sekitar taman nasional. Tujuannya adalah mengurangi konflik manusia-satwa dan memberantas perburuan liar.
Namun demikian, dukungan masyarakat sangat dibutuhkan. Kesadaran kolektif bahwa jerat bukan hanya ancaman bagi satwa, tapi juga ekosistem, adalah kunci utama keberhasilan konservasi.
Kesimpulan: Luka yang Tak Terlihat Lebih Dalam
Harimau yang terjerat di Jambi bukan hanya kisah tentang luka fisik, tapi juga simbol dari kerusakan yang ditinggalkan oleh keserakahan manusia. Ia kini tak bisa lagi hidup di alam bebas, kehilangan esensi sebagai pemangsa puncak. Namun melalui kisahnya, kita bisa belajar bahwa pelestarian satwa bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab kita semua.