Kepergian orang terkasih selalu menjadi duka yang dalam. Tidak terkecuali bagi jurnalis dan tokoh publik Najwa Shihab. Ketika sang suami, Ibrahim Sjarief Assegaf, meninggal dunia pada Mei 2025, masyarakat pun menyoroti ketidakhadirannya di prosesi pemakaman. Namun di balik keputusan itu, tersimpan alasan yang berakar kuat pada nilai dan tradisi keluarga.
Menghormati Tradisi Leluhur
Pertama-tama, penting untuk diketahui bahwa keputusan Najwa tidak hadir di pemakaman bukan karena sikap abai atau enggan berduka. Sebaliknya, ia memilih untuk menghormati tradisi keluarga besar suaminya. Dalam adat yang dijalankan oleh keluarga Assegaf, hanya kaum pria yang diperbolehkan mengantar jenazah hingga ke pemakaman.
Tradisi tersebut bukan hal baru dan telah dilakukan secara turun-temurun. Maka, sebagai bagian dari keluarga besar, Najwa memilih untuk mengikuti dan menjaga nilai-nilai yang sudah lama dijunjung tinggi.
Terlalu Dalamnya Rasa Duka
Selain tradisi, faktor emosional juga berperan besar dalam keputusan tersebut. Kehilangan pasangan hidup jelas meninggalkan luka yang dalam. Dalam beberapa budaya, terutama yang masih memegang nilai-nilai kesantunan emosional, perempuan dianjurkan untuk tidak hadir langsung ke liang lahat agar suasana tetap khidmat dan tenang.
Dengan tidak hadir secara langsung, Najwa bisa lebih tenang dalam meresapi kepergian suaminya, sembari tetap berada di lingkungan keluarga untuk menerima tamu dan pelayat.
Berpartisipasi dalam Salat Jenazah
Meski tidak ikut ke pemakaman, bukan berarti Najwa tidak terlibat dalam penghormatan terakhir. Ia turut hadir dalam salat jenazah yang diselenggarakan di Masjid Al Barkah, Jakarta Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa ia tetap memberikan penghormatan terakhir dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama dan tata cara yang diyakini keluarga.
Perannya dalam salat jenazah merupakan bentuk doa dan penghormatan mendalam kepada mendiang suami tercinta.
Pandangan Islam Mengenai Kehadiran Perempuan di Pemakaman
Dalam konteks keagamaan, Islam memang memiliki beragam pandangan tentang kehadiran perempuan di pemakaman. Sebagian ulama berpendapat hal tersebut makruh (tidak dianjurkan), terutama jika dikhawatirkan akan menimbulkan tangisan berlebihan.
Namun, ada pula yang membolehkan asalkan tetap menjaga adab dan kesopanan. Dalam kasus ini, keputusan keluarga untuk membatasi kehadiran perempuan didasarkan pada keyakinan dan tradisi yang dianggap tepat.
Penutup: Duka yang Tak Harus Tampak di Pemakaman
Najwa Shihab telah menunjukkan bahwa duka mendalam tidak selalu harus tampak di prosesi akhir. Ia memilih jalannya sendiri untuk menghormati dan melepas sang suami, dengan tetap menjaga martabat, tradisi, serta ketenangan keluarga.