Meski dikenal sebagai pusat pemerintahan dan kota dengan fasilitas terbaik di Indonesia, angka stunting di DKI Jakarta justru masih mengkhawatirkan. Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting di Jakarta mencapai 17,6 persen. Angka ini menunjukkan bahwa hampir 1 dari 5 anak di ibu kota mengalami gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis.
Stunting bukan hanya soal tubuh pendek. Lebih dari itu, stunting berkaitan erat dengan penurunan kualitas kesehatan dan kecerdasan anak di masa depan, yang pada akhirnya akan berdampak pada produktivitas bangsa.
Apa Itu Stunting dan Kenapa Berbahaya?
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan lebih pendek dari standar usianya, serta berisiko mengalami keterlambatan perkembangan kognitif dan motorik.
Yang lebih mengkhawatirkan, dampak stunting bersifat jangka panjang dan tidak bisa sepenuhnya dipulihkan, bahkan saat anak tumbuh dewasa. Oleh karena itu, pencegahan jauh lebih penting daripada pengobatan dalam kasus stunting.
Kenapa Jakarta Bisa Punya Angka Stunting Setinggi Ini?
Banyak orang berasumsi bahwa stunting hanya terjadi di daerah terpencil. Namun, kenyataannya perkotaan pun tak luput dari ancaman stunting, termasuk Jakarta. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting di ibu kota antara lain:
- Ketimpangan ekonomi dan akses pangan bergizi yang tidak merata.
- Kurangnya pengetahuan orang tua tentang gizi anak dan pola asuh sehat.
- Kondisi lingkungan yang kurang bersih, memicu infeksi yang mengganggu penyerapan nutrisi.
- Minimnya pemeriksaan kehamilan dan pemantauan tumbuh kembang anak secara rutin.
Pemerintah dan Masyarakat Harus Bergerak Bersama
Untuk menekan angka stunting di Jakarta, upaya kolaboratif harus dilakukan oleh pemerintah daerah, tenaga kesehatan, serta masyarakat. Pemerintah DKI telah meluncurkan berbagai program, seperti:
- Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil dan balita.
- Kampanye edukasi gizi seimbang melalui posyandu dan sekolah.
- Peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas.
Namun, semua program ini akan sia-sia tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Orang tua, terutama ibu, perlu diedukasi agar memahami pentingnya gizi sejak masa kehamilan.
Kesimpulan: Saatnya Bergerak, Bukan Berdiam Diri
Stunting bukan sekadar masalah gizi, tapi juga persoalan masa depan generasi bangsa. Fakta bahwa Jakarta masih memiliki angka stunting sebesar 17,6 persen harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa kesejahteraan tidak hanya dinilai dari gedung tinggi atau jalan mulus.
Kini saatnya kita bergerak bersama—edukasi, perhatian, dan aksi nyata menjadi kunci dalam menyelamatkan anak-anak dari jeratan stunting. Dengan langkah tepat hari ini, kita bisa memastikan masa depan yang lebih sehat dan cerdas untuk anak-anak Indonesia.